Kriteria PROPER pada tahun 2013 didesain untuk mendorong dunia usaha untuk memitigasi dampak secara sistematis dengan indikator kinerja yang terukur. Pada tahun berikutnya, du...
Kriteria PROPER pada tahun 2013 didesain untuk mendorong dunia usaha untuk memitigasi dampak secara sistematis dengan indikator kinerja yang terukur. Pada tahun berikutnya, dunia usaha selain melakukan upaya mitigasi mulai didorong untuk mengukur dan melaporkan kinerja pengelolaan lingkungan berupa efisiensi energi, penurunan emisi, penghematan air, pemanfaatan limbah B3 dan non B3, serta perlindungan keanekaragaman hayati. Hasilnya pada setiap tahun berhasil dilaporkan upaya-upaya perbaikan lingkungan tersebut secara kuantitiatif. Pada tahun 2018 ini upaya efisiensi energi mencapai 273,61 juta GJ, penurunan emisi GRK sebesar 38,02 juta ton CO2e, penurunan emisi udara sebesar 18,69 juta ton, reduksi LB3 sebesar 16,34 juta ton, 3R limbah non B3 sebesar 6,83 juta ton, efisiensi air sebesar 540,45 juta m3, penurunan beban pencemaran air sebesar 31,72 juta ton dan berbagai upaya perlindungan keanekaragaman hayati seluas 55.997 ha.
Upaya upaya perbaikan kinerja lingkungan ini ternyata mendorong timbulnya inovasi-inovasi baru. Oleh sebab itu, pada tahun 2015 dimasukkan kriteria penilaian ekoinovasi yang terdiri dari 4 kriteria yaitu : adanya unsur kebaruan, terdapat dampak posisitf terhadap lingkungan yang dapat diukur secara kuantitatif, adanya penghematan biaya dan adanya nilai (value) yang meningkat dari perubahan yang dilakukan. Inovasi berbasis prinsip- prinsip lingkungan ini ternyata dapat mendorong perusahaan menjadi lebih efisien dan terjadi penghematan biaya. Oleh sebab itu, mulai tahun 2017 sudah mulai wajib dilakukan perhitungan jumlah penghematan biaya yang dihasilkan dari inovasi- inovasi tersebut. Bukti nyata adanya efisiensi dan penghematan biaya ini ternyata mampu mengubah presepsi para pemimpin perusahaan yang dahulu mengganggap mengelola lingkungan merupakan beban biaya bagi perusahaan, ternyata dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Mulai terlihat inisiatif pimpinan perusahaan untuk mendorong inovasi di dalam perusahaan dengan memngadakan kompetisi internal dan bahkan membawa hasil inovasinya untuk berlomba di tingkat internasional. Inovasi yang pada tahun 2015 hanya tercatat 151 meningkat menjadi 542 pada tahun 2015. Sedangkan penghematan biaya yang berhasil dilakukan oleh perusahaan mencapai Rp. 287,334 Trilyun meningkat 5 kali lipat dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp. 53,076 Trilyun.
Upaya perbaikan kinerja pengelolaan lingkungan ini ternyata juga berdampak posistif terhadap masyarakat. Pada tahun 2018 ini tercatat Rp. 1,53 Trilyun bergulir dimasyarakat untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat. Jumlah ini memang relatif menurun dibanding dengan tahun tahun sebelumnya, namun demikian PROPER berhasil mendorong dana pemberdayaan masyarakat memberikan hasil nyata dan terukur untuk menjawab kebutuhan masyakat. Seperti kita ketahui, program pembedayaan masyarakat dalam PROPER wajib didasarkan atas social mapping, untuk mengidentifikasi masyarakat yang rentan dan lokal-lokal hero yang dapat dijadikan sebagai agen perubahan. Setelah itu dilakukan identifikasi modal social dan potensi sumberdaya yang dimiliki dimiliki oleh masyakat, kemudian dilanjutkan dengan dialog bersama masyarakat untuk merumuskan program bersama. Indikator kerberhasilan program selalu dirumuskan dan terukur, kemudian dilakukan evaluasi keberhasilan dan kepuasan penerima manfaat. Target akhir adalah tercapainya kemandirian masyarakat dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya.
Keberhasilan program pemberdayaan ini dilakukan dengan mengubah pola pikir yang dahulu program pemberdayaan adalah program bagi-bagi bantuan (charity) menjadi program terstruktur dan terukur untuk memberdayakan masyarakat. Hal ini terlihat dengan proporsi jumlah anggaran yang digunakan untuk kegiatan charity menjadi semakin kecil, pada tahun 2013 sejumlah 39% anggaran digunakan untuk charity, pada tahun 2018 menurun menjadi 15%. Lonjakan terjadi pada anggaran yang berkaitan dengan pemberdayaan, pada tahun 2013 hanya 15% menjadi 52% pada tahun 2018. Proporsi anggaran untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kapasitas relatif sama dari tahun ke tahun. Angka tersebut menunjukkan PROPER berhasil mengubah paradigma program CSR yang bersifat charity menjadi program yang berorientasi pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat mandiri yang mampu mengatasi masalah sosial ekonominya sendiri.
Pada tahun 2018 ini, PROPER menambahkan kriteria penilaian kontribusi perusahaan terhadap pencapaian SDGs. Hasilnya adalah dari 437 industri calon kandidat hijau, terdapat 8474 kegiatan yang menjawab tujuan SDGs, dengan kontribusi setara Rp. 38,9 Triliun.
Menengok angka-angka tersebut terdapat optimisme untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup Indonesia, meskipun juga harus diakui tantangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup Indonesia yang sangat besar. Saya percaya dengan kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, masyarakat, perguruan tinggi dan berbagai organisasi masyarakat yang terus berkembang dengan metode-metode yang baru dan inovatif, maka kualitas lingkungan hidup Indonesia dapat kita perbaiki, kita jaga dan kita tingkatkan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Program Kerja 24 Oct, 24
Sosialisasi Kriteria Eko Inovasi, Inovasi Sosial, SROI, dan Green Leadership 2024
Program Kerja 17 Oct, 18
KONFERENSI INTERNASIONAL KE-3 TENTANG LIFE CYCLE ASSESSMENT The 3rd International Conference Series on Life Cycle Assessment (ICSoLCA)
Program Kerja 04 Dec, 18
Workshop Kontribusi Dunia Usaha dalam Mencapai SDGs di Indonesia